Memahami Fiqih Shopping saat Lebaran

by - April 29, 2022

 


Momen lebaran sering dimanfaatkan para pedagang untuk menghabiskan stock barang dagangan dengan berlomba diskon besar-besaran. Apakah kita sebagai umat mulim sudah berbelanja dengan bijak saat menjelang lebaran? Apalagi  media belanja online menjadi pilihan utama di masa pandemi saat ini. Mengapa kita perlu bijak dalam berbelanja? Bagaimana sebenarnya fiqih berbelanja dalam Islam?

Cairnya THR (Tunjangan Hari Raya) saat menjelang lebaran seolah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia untuk membelanjakannya habis untuk kebutuhan lebaran. Mulai dari membeli pakaian, perabotan rumah, make up atau benda lain yang secara subjektif memenuhi kepuasan batin konsumen.

Apakah tradisi tersebut sudah tepat? Apakah kita berbelanja atas kebutuhan atau keinginan?  Islam sendiri tidak pernah mengajarkan belanja lebaran, apalagi besar-besaran. Namun, sebagian muslim sudah tak dapat lagi menghentikan kebiasaan turun-temurun itu.

Kita tidak bisa melepaskan hukum Islam terhadap laku keseharian kita, tak terkecuali berbelanja. Berbelanja bisa menjadi berkah dengan berbelanja yang  cerdas dan sesuai syariat. Dengan berbelanja kita dapat memutar roda perekonomian, kita menolong banyak orang dan saling membutuhkan.

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q. S Al Maa’idah:2)

Jika kita berbelanja dengan niat tolong menolong dan mengandung unsur kebaikan dan ketakwaan, maka di situlah kegiatan berbelanja mendatangkan keberkahan. Namun, berbelanja akan mendatangkan murka Allah SWT jika perbuatan menjurus pada perbuatan dosa dan permusuhan.  Pembeli bisa berdosa bila boros, mubazir, foya-foya dan lainnya.

Sedangkan penjual  berdosa jika berdagang mengandung penipuan, rekayasa, manipulasi dan sejenisnya. Pembeli dan penjual sama-sama dimurkai Allah jika transaksi jual belinya berujung permusuhan.

Sebagai contoh, saya baru saja memesan produk makeup dari toko online di sebuah marketplace. Saya  membeli karena memang bahan makeup tersebut sudah habis dan saya butuhkan.  Saya mencari  produk tersebut, namun saya tidak secara teliti dan berdiskusi dengan penjual  sebelum  membayar.

Ketika barang sudah sampai rumah, saya mengecek tanggal kadaluwarsa produk. Ternyata ada sedikit manipulasi tanggal kadaluarsa. Di kotak kemasana ada tulisan tahun seperti ditutupi, namun ketika dilihat seksama bisa terlihat angkanya. Begitu juga tulisan di produknya, walaupun berusaha menghilangkan tanggal expired, tahun expired masih jelas tertulis.

Dari situ saya merasa tertipu dan mengajukan pengembalian barang. Ketika saya konfirmasi ke penjual awalnya mereka menyangkal tahun pembuatannya, tapi saya jelaskan lagi tahun expirednya. Akhirnya mereka menerima  pengembalian dana dan barang. Walauapun mereka tidak meminta maaf, saya usahakan selesaikan baik-baik.

Nah, selanjutnya dana yang mereka kembalikan dalam bentuk dana simpanan di marketplace itu. Sebisa mungkin akan langsung saya gunakan dananya agar tidak mengendap di marketplace tersebut dan tidak mengambil keuntungan di dalamnya untuk menghindari riba. Sebagaimana dalam ayat “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Jadi, marilah kita bijak  ketika berbelanja mengembalikannya pada hukum Islam agar kita selamat dunia akhirat. Aamiin.

 

 

You May Also Like

0 comments