Momen lebaran sering dimanfaatkan para pedagang untuk menghabiskan stock
barang dagangan dengan berlomba diskon besar-besaran. Apakah kita sebagai umat
mulim sudah berbelanja dengan bijak saat menjelang lebaran? Apalagi media belanja online menjadi pilihan utama di
masa pandemi saat ini. Mengapa kita perlu bijak dalam berbelanja? Bagaimana sebenarnya
fiqih berbelanja dalam Islam?
Cairnya THR (Tunjangan Hari Raya) saat menjelang lebaran seolah menjadi
tradisi bagi masyarakat Indonesia untuk membelanjakannya habis untuk kebutuhan
lebaran. Mulai dari membeli pakaian, perabotan rumah, make up atau benda lain
yang secara subjektif memenuhi kepuasan batin konsumen.
Apakah tradisi tersebut sudah tepat? Apakah kita berbelanja atas
kebutuhan atau keinginan? Islam sendiri
tidak pernah mengajarkan belanja lebaran, apalagi besar-besaran. Namun, sebagian
muslim sudah tak dapat lagi menghentikan kebiasaan turun-temurun itu.
Kita tidak bisa melepaskan hukum Islam terhadap laku keseharian kita,
tak terkecuali berbelanja. Berbelanja bisa menjadi berkah dengan berbelanja yang cerdas dan sesuai syariat. Dengan berbelanja
kita dapat memutar roda perekonomian, kita menolong banyak orang dan saling
membutuhkan.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q. S Al Maa’idah:2)
Jika kita berbelanja dengan niat tolong menolong dan mengandung unsur
kebaikan dan ketakwaan, maka di situlah kegiatan berbelanja mendatangkan
keberkahan. Namun, berbelanja akan mendatangkan murka Allah SWT jika perbuatan
menjurus pada perbuatan dosa dan permusuhan.
Pembeli bisa berdosa bila boros, mubazir, foya-foya dan lainnya.
Sedangkan penjual berdosa jika
berdagang mengandung penipuan, rekayasa, manipulasi dan sejenisnya. Pembeli dan
penjual sama-sama dimurkai Allah jika transaksi jual belinya berujung
permusuhan.
Sebagai contoh, saya baru saja memesan produk makeup dari toko online di sebuah marketplace. Saya membeli
karena memang bahan makeup tersebut sudah habis dan saya butuhkan. Saya mencari
produk tersebut, namun saya tidak secara teliti dan berdiskusi dengan
penjual sebelum membayar.
Ketika barang sudah sampai rumah, saya mengecek tanggal kadaluwarsa
produk. Ternyata ada sedikit manipulasi tanggal kadaluarsa. Di kotak kemasana ada
tulisan tahun seperti ditutupi, namun ketika dilihat seksama bisa terlihat
angkanya. Begitu juga tulisan di produknya, walaupun berusaha menghilangkan
tanggal expired, tahun expired masih jelas tertulis.
Dari situ saya merasa tertipu dan mengajukan pengembalian barang. Ketika
saya konfirmasi ke penjual awalnya mereka menyangkal tahun pembuatannya, tapi
saya jelaskan lagi tahun expirednya. Akhirnya mereka menerima pengembalian dana dan barang. Walauapun mereka
tidak meminta maaf, saya usahakan selesaikan baik-baik.
Nah, selanjutnya dana yang mereka kembalikan dalam bentuk dana simpanan
di marketplace itu. Sebisa mungkin akan langsung saya gunakan dananya agar
tidak mengendap di marketplace tersebut dan tidak mengambil keuntungan di dalamnya untuk menghindari riba. Sebagaimana dalam ayat “Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.”
Jadi, marilah kita bijak ketika berbelanja mengembalikannya pada hukum Islam agar kita selamat dunia akhirat. Aamiin.