TANTANGAN 10 HARI (T10H ) BUNDA SAYANG - KOMUNIKASI PRODUKTIF - HARI KETIGA
Hari-3:
Saya heran, mengapa belum ada komunikasi produktif yang saya
terapkan hari ini. Padahal seharian saya menghabiskan waktu dengan keluarga. Mulai
siaran radio di MqFM sampai silaturahim ke rumah teman suami. Sampai menjelang
malam, belum ada juga ide yang muncul nanti laporan bunsay mau dibuat gimana. Selepas
maghrib, saya mengusulkan ke suami untuk pergi ke event out of the boox
berhubung lumayan dekat dengan posisi kami saat itu. Tubuh sih rasanya udah
capek, tapi rasa penasaran melihat sale buku mengalahkan segalanya. Hah ha
Tiba di lokasi, kami langsung menuju spot buku anak. Baris demi
baris kami lalui sambil sesekali membuka isi buku yang menarik. Meira pun
senang membaca buku yang diminatinya. Ayahnya juga berjalan-jalan sendiri
melihat buku yang diminatinya. Sampai akhirnya, di spot buku import. Jeng jeng.
Ulala. Ada beberapa jenis buku yang rawan. Benar saja, Meira langsung mengambil
sound book gitar yang sedang trend di BBW Jakarta kemarin. Langsung dipeluknya
buku gitar itu. Apalagi ada sesuatu yang memancing mata. Sebuah kotak berwarna
ungu yang berlubang di tengahnya terlihat kuda pony cantik warna ungu. Intuisi
saya mengatakan, “ini Meira pasti minta. Hmm.. bisa dipraktekkan ini komunikasi
produktifnya.” Selain rasa tertantang, ada juga sih rasa penasaran emaknya
pingin lihat apa sih isi dari kuda pony itu. Wkwkwk
Saya ambiil lah kotak kuda pony warna ungu itu, “Oh, ini buku
cerita plus mainan clay sejenis playdoh.” Batinku. Sangat lucu bentuk koper
dengan wajah cute pony ungu.
“Mau ituuuuuuu,” Meira teriak sangat antusias. “Koper kuda pony….” Dia
langsung berusaha meraih untuk melihatnya. Saya biarkan dia melihatnya. “Ma,
Kak Meira mau koper kuda Pony..” pintanya. “Kakak mau ini?” tanyaku dengan
tenang.”iya ma.” Jawabnya dengan mantap. “Coba kakak tanya sama ayah.” sambil menunjuk
lokasi ayahnya berada. Benar saja, Meira langsung ngacir mencari ayahnya. Sebenernya
saya merasa iba membuat situasi yang membuatnya berharap seperti itu, apalagi
sepertinya kondisi badan Meira yang biasanya full charged juga terlihat sudah
mulai lelah karena lumayan gerah juga di dalam gedung itu.
Ntah apa yang dibilangnya kepada ayahnya, saya lanjut mencari buku yang
kira-kira saya butuhkan. Saya biarkan saja momen dia berusaha merayu ayahnya
sampai beberapa saat. Sudah merasa cukup, saya ingin mengajak pulang. Saya ketemu
ayahnya, tetapi tidak melihat Meira. “Mana Meira, yah?” tanyaku. “tuh, nyariin
mama.” Jawabnya seraya menunjuk sisi lain jalur di sebelah kiri. Meira
kelihatan celingukan kesana-kemari mencari berlawanan arah. Saya samperin
akhirnya ketemu ia langsung menggandengku. “maaaa.. dimana koper pony nya…”
wajahnya kelihatan bingung. “kakak tarok dimana?” tanyaku. “ga tau.”balasnya.
“Ponynya besok lagi ya..” kata ayahnya. Kami terus berjalan menuju
kasir. Meira mulai mengeluarkan emosinya seperti yang saya prediksi. “PONIIIIIIII……
MAU PONIIIIIIII…..hu hu maaaaaa.. Poniiii…” tangisnya mulai pecah dan keliatan
sekali sudah mengantuk. Saya mencoba untuk tenang, karena biasanya kalau dia
sudah benar- benar ngantuk mau apa yang kita bilang pasti mental. Ada sedikit
rasa khawatir apakah bisa menerapkan komunikasi produktif pada situasi seperti
itu. Meira tetap menangis dan mulai menarik perhatian pengunjung lainnya.
Ayahnya mulai menggendong Meira supaya lebih tenang, saya dengan sigap membayar
buku-buku yang sudah saya pilih tadi sambil mengelus-elus punggung Meira.
Saya dan suami tetap tenang, sambil mengelus-ngelus kepala Meira
yang ada di gendongan ayahnya. Tiba di mobil, Meira minta saya duduk bersamanya
di kursi belakang. Karena memang sudah mengantuk dan perlu ditenangkan, saya
pun mengiyakan. Jam menunjukkan pukul 20.10 WIB, waktu biasanya dia mulai
mengantuk. Mungkin hari ini ia ngantuk lebih awal karena sudah asyik bermain seharian
di luar. Saya masih memeluk dan mengelus Meira sampai tenang. Lalu mulailah
saya buka pembicaraan, “Kakak sedih?” Meira menjawab dengan anggukan. “Kakak
mau koper kuda poni?” lanjutku. “iyaaa. Huuu.” Dia mulai menangis lagi. “lho..
kakak kan udah punya koper merah di rumah.” Saya mengajaknya berpikir. “kakak
ga mau koper yang merah, dikasihkan ke anak yang di panti asuhan aja.” Suaranya
sudah kembali bijak tanpa tangisan. Wah.. saya terkesan ini anak mikirnya mau
berbagi ke temannya, walaupun modus untuk mendapatkan apa yang diinginkan.hihi
“Kakak, kalau kakak mau berbagi itu bagus.” Sambil ngelus-ngelus
kepalanya. “kalau kakak mau beli koper kuda poni, kakak nabung dulu. Di rumah
ada dua celengan kan?” Meira mengangguk. “yang besar buat kak Meira, yang kecil
gambar kapal buat dibagikan ke teman. Kalau yang besar udah penuh, kita beli koper
kuda poninya, ya?” jelasku sambil memeluknya. Meira mengangguk tanda sudah
menerima apa yang terjadi padanya malam ini. Alhamdulilah Meira tenang di sepanjang perjalanan sambil
saya pijitin kakinya yang katanya sakit dan akhirnya Meira tertidur pulas.
Begitulah cerita hari ini, orang tua harus belajar tega dan tetap
tenang dalam mendidik anaknya mengendalikan/ menahan keinginan yang belum bisa
didapat, supaya di masa dia beranjak dewasa ia bisa mengendalikan dirinya
dengan baik. Alhamdulillah saya hari ini bisa:
·
mengendalikan emosi
·
intonasi suara
ramah
· jelas dalam
memberikan pujian (tetapi saya belum mengatakan kritik bahwa saya tidak suka akan
perilakunya meminta dengan cara nangis-nangis di depan umum karena saat itu
memaklumi kondisi Meira yang sudah sangat mengantuk)
·
mengatakan keinginan
·
menunjukkan empati
·
observasi
·
kaidah 7-38-55
0 comments